ads

Sabtu, 30 September 2017

Oktober 2017 Kemensos Rekrut Calon Pendamping PKH

Kementerian Sosial Republik Indonesia akan melaksanakan rekrutmen calon pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) untuk ditempat di sejumlah wilayah Indonesia. Jadwal pelaksaaan rekrutmen pendamping PKH direncanakan pada bulan Oktober 2017 melalui aplikasi online atau situs online. 
Kementerian Sosial Republik Indonesia akan melaksanakan rekrutmen calon pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) untuk ditempat di sejumlah wilayah Indonesia. Jadwal pelaksaaan rekrutmen pendamping PKH direncanakan pada bulan Oktober 2017 melalui aplikasi online atau situs online.
Jadwal Rekrutmen Program Keluarga Harapan (PKH) 2017/Ilustrasi
Berdasarkan informasi yang disampaikan Menteri Sosial RI Khofifah Indar Parawan, penambahan calon tenaga pendamping PKH ini dilakukan karena adanya penambahan jumlah penerima Program Keluarga Harapan dari 6 juta menjadi 10 juta penerima pada tahun 2018 yang akan didistribuksikan seluruh Indonesia.

Apa itu Program Keluarga Harapan?

Program Keluarga Harapan (PKH) adalah program pemberian uang tunai kepada Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) berdasarkan persyaratan dan ketentuan yang telah ditetapkan dengan melaksanakan kewajibannya. Program semacam ini secara internasional dikenal sebagai program conditional cash transfers (CCT) atau program Bantuan Tunai Bersyarat. 
Persyaratan tersebut dapat berupa kehadiran di fasilitas pendidikan (misalnya bagi anak usia sekolah), ataupun kehadiran di fasilitas kesehatan (misalnya bagi anak balita, atau bagi ibu hamil).

Jadwal Rekrutmen Tenaga PKH 2017

Berdasarkan informasi yang disampaikan diatas, bahwa rekrutmen calon tenaga PKH akan dilaksanakan pada bulan oktober 2017. Jika Anda berminat menjadi bahagian dari pendamping sosial, khususnya pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) Kemensos segera mempersiapkan diri.

Pendaftaran akan dilakukan secara online. Menurut informasi, pendaftaran akan dibuka atau dimulai pada pertengahan bulan oktober 2017 nantinya.[] 

Rabu, 27 September 2017

Kriteria Kewenangan Desa Adat

Dalam UU Desa yang disebut dengan Desa adalah Desa dan Desa Adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Peraturan Menteri Nomor 44 Tahun 2016 tentang Kewenangan Desa

Sedangkan yang dimaksud dengan Kewenangan Desa adalah kewenangan yang dimiliki Desa meliputi kewenangan berdasarkan hak asal-usul, kewenangan lokal berskala Desa, kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota serta kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kewenangan Desa dalam Undang-Undang No. 6 tahun 2014 tentang Desa, diatur di Bab IV Kewenangan Desa yang meliputi 5 (lima) pasal, yaitu pasal 18 sampai pasal 22. Ketentuan lebih lanjut dituangkan dalam Peraturan Pemerintah No. 47 tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintahan Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah di atas, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi menerbitkan Peraturan Menteri No.1 Tahun 2015 tentang Pedoman Kewenangan Berdasarkan Hak Asal Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa. Sampai awal tahun 2016, Peraturan Menteri ini menjadi acuan legal dalam penyusunan regulasi di tingkat daerah dalam menerbitkan Peraturan tentang Kewenangan Desa. 

Pada tanggal 15 Juli 2016 Menteri Dalam Negeri menerbitkan Peraturan Menteri Nomor 44 Tahun 2016 tentang Kewenangan Desa. Dengan terbitnya Peraturan tersebut, ketentuan teknis terkait kewenangan Desa selanjutnya mengacu pada Permendagri No. 44 tahun 2016. 

Jenis kewenangan Desa sebagaimana dijelasakan dalam Pasal 6 Permendagri No. 44/2016 berlaku mutatis mutandis bagi jenis kewenangan Desa Adat. Adapun perincian kewenangan berdasarkan hak asal-usul Desa Adat, meliputi: 
  • Pengaturan dan pelaksanaan pemerintahan berdasarkan susunan asli; 
  • Pengaturan dan pengurusan ulayat atau wilayah adat; 
  • Pelestarian nilai sosial budaya Desa Adat; 
  • Penyelesaian sengketa adat berdasarkan hukum adat yang berlaku di Desa Adat dalam wilayah yang selaras dengan prinsip hak asasi manusia dengan mengutamakan penyelesaian secara musyawarah; 
  • Penyelenggaraan sidang perdamaian peradilan Desa Adat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; 
  • Pemeliharaan ketenteraman dan ketertiban masyarakat Desa Adat berdasarkan hukum adat yang berlaku di Desa Adat; dan 
  • Pengembangan kehidupan hukum adat sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat Desa Adat. 
Dalam penyelenggaraan hak asal usul Desa Adat di atas paling sedikit meliputi:
  • Penataan sistem organisasi dan kelembagaan masyarakat adat; 
  • Pranata hukum adat; 
  • Pemilikan hak tradisional; 
  • Pengelolaan tanah ulayat; 
  • Kesepakatan dalam kehidupan masyarakat Desa Adat;
  • Pengelolaan tanah kas Desa Adat; 
  • Pengisian jabatan Kepala Desa Adat dan Perangkat Desa Adat; dan 
  • Masa jabatan Kepala Desa Adat dan Perangkat Desa Adat.  
Perincian kewenangan lokal berskala Desa dan kewenangan yang ditugaskan dari Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota kepada Desa berlaku mutatis mutandis bagi Desa Adat.

Kriteria Kewenangan Desa Adat 
Kriteria kewenangan Desa Adat berdasarkan hak asal-usul antara lain: 
  • Adat istiadat dan hak tradisional yang masih hidup dan berkembang dalam penyelenggaraan Desa Adat; 
  • Hak sosial budaya  masyarakat Desa Adat; dan 
  • Sesuai prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.  
Kriteria kewenangan lokal berskala Desa, kriteria kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan kriteria kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan peraturan perundangundangan berlaku mutatis mutandis bagi Desa Adat. 


Hak-hak ulayat Desa diakui keberadaannya sepanjang kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya masih hidup, sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pengakuan sebagaimana dimaksud sesuai ketentuan peraturan perundangan.

Penataan kewenangan Desa dan Desa Adat di Provinsi Aceh, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Provinsi Papua, dan Provinsi Papua Barat selain berpedoman pada Peraturan Menteri ini (Permendagri No. 44/2016), juga mempedomani ketentuan peraturan perundangan-undangan yang mengatur kekhususan daerah Provinsi Aceh, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Provinsi Papua, dan Provinsi Papua Barat. 

Desa dapat melaksanakan pungutan dalam rangka peningkatan pendapatan asli Desa sesuai dengan kewenangan Desa dan Desa Adat berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Informasi lengkap dapat dibaca dalam Permendagri Nomor 44 Tahun 2016 tentang Kewenangan Desa.

Referensi:
Modul Pelatihan Pratugas Pendamping Desa, Kemendesa, PDTT Tahun 2016.
Peraturan Menteri Nomor 44 Tahun 2016 tentang Kewenangan Desa.

Senin, 25 September 2017

Donwload Modul Pratugas Tenaga Pendamping Profesional 2017

Modul Pratugas Tenaga Pendamping Profesional Tahun 2017 ini diterbitkan oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT) dalam rangka peningkatan kapasitas pendampingan implementasi Undang-Undang No.6 Tahun 2014 tentang Desa.
Modul pratugas pendamping desa teknik infrastruktur 2017
Secara umum tujuan pelatihan pra tugas adalah untuk memberikan orientasi dan pembekalan agar siap secara mental, pengetahuan, dan keterampilan sebelum diterjukan di lokasi tugas.

Oleh karena itu, kumpulan materi dan modul pelatihan pra tugas ini merupakan bacaan wajib bagi seorang pendamping desa. Kumpulan modul Pratugas Tenaga Pendamping Profesional Tahun 2017, antara lain sebagai berikut:
  • Modul Pra tugas Pendamping Lokal Desa (PLD)
  • Modul Pra tugas Lembar Informasi Pendamping Desa (PD)
  • Modul Pra tugas Pendamping Desa Teknik Infrastruktur (PDTI)
  • Modul Pra tugas Pendamping Desa Pemberdayaan (PDP)
  • Modul Pratugas Pendamping Desa Pemberdayaan (PDP) 
  • Modul Pratugas Tenaga Ahli Pemberdayaan Mayarakat Desa.  

Ingat! Pendampingan desa bukanlah mendampingi pelaksanaan proyek yang masuk ke desa, bukan pula mendampingi dan mengawasi penggunaan Dana Desa saja, tetapi melakukan pendampingan secara utuh terhadap desa.

Kegiatan pendampingan membentang mulai dari pengembangan kapasitaspemerintahan, mengorganisir dan membangun kesadaran kritis warga masyarakat, memperkuat organisasi-organisasi warga, memfasilitasi pembangunan partisipatif, memfasilitasi dan memperkuat musyawarah desa sebagai arena demokrasi dan akuntabilitas lokal, merajut jejaring dan kerjasama desa, hingga mengisi ruang-ruang kosong di antara pemerintah dan masyarakat.

Selain modul-modul pratugas diatas, ini 10 buku saku pendampingan desa yang juga bacaan penting untuk dibaca dan dihayati oleh para Pendamping Desa. Semoga bermanfaat. 

Sabtu, 23 September 2017

4 Tipe Pendamping Desa

Misi besar pendampingan desa adalah memberdayakan desa sebagai self governing community yang maju, kuat, mandiri dan demokratis. Pendampingan desa bukanlah mendampingi pelaksanaan proyek yang masuk ke desa, bukan pula mendampingi dan mengawasi penggunaan dana desa, tetapi melakukan pendampingan secara utuh terhadap Desa.

Misi besar pendampingan desa adalah memberdayakan desa sebagai self governing community yang maju, kuat, mandiri dan demokratis. Pendampingan desa bukanlah mendampingi pelaksanaan proyek yang masuk ke desa, bukan pula mendampingi dan mengawasi penggunaan dana desa, tetapi melakukan pendampingan secara utuh terhadap Desa.

Namun, dalam praktik dilapangan, kerja seorang pendamping desa lebih dominal sebagai tenaga pencari kerja, mandor proyek, pendamping administrasi, dan lain sebagainya.  

Padahal dalam Peraturan Kemendesa PDTT No.3/2015 tentang Pendamping Desa, tujuan pendamping desa, antara lain untuk; meningkatkan kapasitas, efektivitas dan akuntabilitas pemerintahan desa dan pembangunan Desa, meningkatkan prakarsa, kesadaran dan partisipasi masyarakat Desa dalam pembangunan desa yang partisipatif, meningkatkan sinergi program pembangunan Desa antar sektor, dan mengoptimalkan aset lokal Desa secara emansipatoris.

Baca: Selain Tugas Utama, Inilah 13 Fungsi Pendamping Desa.

Menurut Sutoro Eko, Guru Desa dan Perangcang UU Desa. Pendampingan desa harus mengandung jalan ideologis sesuai dengan UU desa, representasi politik, serta pemberdayaan, dan edukasi politik. (Baca: Pendampingan Desa, Kompas, 02/07/2015).

Pertama, pendampingan desa jangan terjebak pada proyek, tetapi harus menjadi jalan ideologis memuliakan dan memperkuat desa, termasuk mewujudkan idealisme Nawacita di ranah desa, dengan spirit "Desa Membangun Indonesia". Kami menjabarkan gagasan ini dengan menegaskan bahwa pendampingan desa bukan sekadar berurusan dengan kapasitas dan efektivitas, tetapi hendak mempromosikan desa sebagai "masyarakat berpemerintahan" (self governing community) yang maju, kuat, mandiri, dan demokratis.


Kedua, pendampingan merupakan jalan perubahan yang mengandung repolitisasi rakyat. Repolitisasi ini bukan membuat rakyat menjadi mesin politik atau mobilisasi partisipasi, tetapi memperkuat representasi politik rakyat agar punya kesadaran kritis dalam dunia politik dan berdaulat dalam hak dan kepentingan mereka. Salah satu indikator kesadaran kritis adalah tumbuhnya sikap dan tindakan orang desa menolak (anti) politik uang.

Ketiga, pendampingan tak ditempuh dengan pembinaan (power over) melainkan pemberdayaan (empowerment).  Pembinaan adalah pendekatan dari atas yang menumbuhkan mentalitas memerintah, kontrol, dan ekspansi birokrasi terhadap desa dan masyarakat. Sedangkan pemberdayaan adalah pendekatan untuk memperkuat desa dan rakyat secara sosial, budaya, ekonomi, politik.

Empat, setiap aktivitas desa (musyawarah desa, perencanaan dan penganggaran, pemilihan kepala desa, dan sebagainya), yang memperoleh sentuhan pendampingan, tak boleh terjebak pada penggunaan alat dan menghasilkan dokumen semata tanpa ada sentuhan filosofis (roh).

Pendampingan terhadap seluruh aktivitas desa harus disertai edukasi sosial dan politik secara inklusif dan partisipatoris. Dalam perencanaan desa, misalnya tak hanya berhenti pada penyusunan dokumen perencanaan yang akan dijabarkan jadi agenda proyek. Di balik perencanaan desa ada pembelajaran bagi orang desa membangun impian kolektif dan mandiri mengambil keputusan politik.

4 Tipe Pendamping Desa menurut Sutoro Eko sebagai berikut: 
  1. Pendamping desa sebagai aktivis pemberdayaan sejati, 
  2. Pendamping desa sebagai pendamping administrasi keuangan desa,
  3. Pendamping desa sebagai konsultan,
  4. Pendamping desa sebagai pencari kerja.

Nah, dari empat tipe pendamping desa diatas. Kamu masuk tipe yang mana?

Pengertian, Manfaat dan Jenis Peraturan Desa


Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Kepala Desa bersama Badan Permusyawaratan Desa. Peraturan ini berlaku di wilayah desa tertentu. Peraturan Desa merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundangundangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan kondisi sosial budaya masyarakat desa setempat. Peraturan Desa dilarang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam rangka penyiapan atau pembahasan Rancangan Peraturan Desa..

MANFAAT PERATURAN DESA
  1. Sebagai pedoman kerja bagi semua pihak dalam penyelenggaraan kegiatan di desa
  2. Terciptanya tatanan kehidupan yang serasi, selaras dan seimbang di desa
  3. Memudahkan pencapaian tujuan
  4. Sebagai acuan dalam rangka pengendalian dan pengawasan
  5. Sebagai dasar .pengenaan sanksi atau hukuman
  6. Mengurangi kemungkinan terjadinya penyimpangan atau kesalahan
JENIS-JENIS PERATURAN DESA

Jenis dan ragam Peraturan Desa yang disusun dan ditetapkan bergantung pada kebutuhan penyelenggara pemerintahan di desa. Untuk itu diharapkan kepada Pemerintah Desa dan BPD agar dapat mengidentifikasi topik-topik yang perlu dibuat sebagai Peraturan Desa. Tingkat kepentingan ini hendaknya dilihat dalam kerangka kepentingan sebagian besar masyarakat agar Peraturan Desa yang dibuat benar-benar aspiratif.
Peraturan Desa juga perlu dibuat karena adanya perintah atau keharusan yang ditetapkan melalui peraturan yang lebih tinggi. Peraturan Desa seperti ini biasanya merupakan penjabaran dan pengukuhan dari peraturan yang lebih tinggi tersebut.

PROSES PENYUSUNAN PERATURAN DESA YANG ASPIRATIF
  1. Identifikasi topik Peraturan Desa oleh Pemerintah Desa atau BPD
  2. Susun kerangka umum Peraturan Desa
  3. Diskusikan kerangka Global dengan masyarakat yang terkait dan berkepentingan.
  4. Buatlah Rancangan Peraturan Desa dengan memperhatikan masukan-masukan dari pihak-pihak terkait.
  5. Pembahasan Bersama oleh BPD dan Pemerintah Desa.
  6. Lakukan Publik Hearing/ Dengan pendapat bersama masyarakat
  7. Revisi dan Finalisasi Peraturan Desa dengan memperhatikan hasil publik hearing oleh Pemerintah Desa dan BPD.
KAIDAH HUKUM PENYUSUNAN PERATURAN DESA
  1. Harus disusun oleh Pemerintah Desa/ Kepala Desa dengan BPD.
  2. Harus sesuai prosedur standar.
  3. Tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi.
  4. Diterima secara wajar dan sesuai kondisi sosial budaya masyarakat.
Dalam era Otonomi Daerah saat ini, desa diberikan kewenangan yang lebih luas dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya. Dalam rangka ini, sejumlah Peraturan Desa perlu dibuat untuk mengefektifkan implementasi dari kewenangan tersebut. Sampai saat ini belum ada ketentuan yang menjelaskan secara terperinci tentang ragam Peraturan Desa yang perlu dibuat. Berikut ini beberapa usulan tentang aspek-aspek yang perlu diatur melalui Peraturan Desa:

1. Bidang Pemerintahan Desa
1)   Struktur organisasi dan tata kerja Pemerintah Desa.
2)   Struktur organisasi BPD.
3)   Tata tertib BPD.
4)   Kerjasama antar desa dan kerjasama dengan pihak ketiga.
5)   Pemekaran, penggabungan dan penghapusan desa.
6)   Batas desa.
7)   Lambang desa dan motto desa. 
2. Bidang Keuangan
1)   Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.
2)   Mekanisme pengelolaan keuangan desa.
3)   Sumber-sumber pendapatan desa.
4)   Pungutan-pungutan desa seperti pajak dan retribusi desa (misal: retribusi jalan desa.
5)   Pungutan biaya administrasi/kompensasi atas
6)   Pelayanan administrasi di desa.
7)   Sumbangan dari pihak ketiga.
8)   Pinjaman desa.
3. Bidang Pembangunan
1)   Rencana Pembangunan Tahunan Desa.
2)   Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa.
3)   Tata Ruang dan Peruntukan Lahan.
4. Kelembagaan Desa
1)   Pembentukan dan penghapusan lembaga desa.
2)   Struktur organisasi dan tata kerja lembaga desa.
5. Lain-lain
1)   Perdes tentang ternak lepas.
2)   Perdes tentang pengelolaan sistim irigasi.
3)   Perdes tentang sistim keamanan lingkungan.
4)   dan lain-lain.
Referensi:
PP No. 72 tahun 2005 Tentang Desa

Jumat, 22 September 2017

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) DI LINGKUNGAN PEMERINTAHAN DESA BLANG TEUMULEK

Pelayanan publik yang diberikan instansi Pemerintah kepada masyarakat merupakan perwujudan fungsi aparatur sebagai abdi negara dan masyarakat. Pada era otonomi desa dengan spirit desa membangun, fungsi pelayanan publik menjadi salah satu fokus perhatian dalam peningkatan kinerja instansi pemerintah desa. Oleh karenanya berbagai fasilitas pelayanan publik harus lebih didekatkan pada masyarakat, sehingga mudah dijangkau oleh masyarakat. Demi mewujudkan kinerja pelayanan publik di lingkungan pemerintahan desa secara terukur dan memadai, perlu memiliki dan menerapkan prosedur kerja sesuai standar atau Standar Operasional Prosedur (SOP).
Penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) di lingkungan pemerintahan desa sebagai pedoman atau acuan bagi aparatur desa dalam melaksanakan tugas dan fungsi serta meningkatkan kinerja dan pelayanan kemasyarakatan berdasarkan indikator-indikator teknis, administratif dan prosedural sesuai dengan tata kerja, prosedur kerja dan sistem kerja. Tujuan penerapan SOP dimaksudkan untuk menciptakan komitment pemerintah desa dalam mewujudkan good governance atau good village. SOP tidak saja bersifat internal tetapi juga eksternal, karena SOP digunakan untuk mengukur dan mengevaluasi responsivitas, responsibilitas, dan akuntabilitas kinerja pemerintah desa.

Berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No.25/KEP/M.PAN/2/2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah, terdapat 14 indikator kriteria pengukuran kinerja organisasi sebagai berikut:
  1. Prosedur pelayanan, yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan alur pelayanan.
  1. Persyaratan pelayanan, yaitu persyaratan teknis dan administratif yang diperlukan untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengan jenis pelayanannya.
  1. Kejelasan petugas pelayanan, yaitu keberadaan dan kepastian petugas yang memberikan pelayanan (nama, jabatan serta kewenangan dan tanggung jawabnya).
  1. Kedisiplinan petugas pelayanan, yaitu kesungguhan petugas dalam memberikan pelayanan, terutama terhadap konsistensi waktu kerja sesuai ketentuan yang berlaku.
  1. Tanggung jawab petugas pelayanan, yaitu kejelasan wewenang dan tanggung jawab petugas dalam penyelenggaraan dan penyelesaian pelayanan.
  1. Kemampuan petugas pelayanan, yaitu tingkat keahlian dan ketrampilan yang dimiliki petugas dalam memberikan/menyelesaikan pelayanan kepada masyarakat
  1. Kecepatan pelayanan, yaitu target waktu pelayanan dapat diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan oleh unit penyelenggara pelayanan.
  1. Keadilan mendapatkan pelayanan, yaitu pelaksanaan pelayanan dengan tidak membedakan golongan/status masyarakat yang dilayani.
  1. Kesopanan dan keramahan petugas, yaitu sikap dan perilaku petugas dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat secara sopan dan ramah serta saling menghargai dan menghormati.
  1. Kewajaran biaya pelayanan, yaitu keterjangkauan masyarakat terhadap besarnya biaya yang ditetapkan oleh unit pelayanan.
  1. Kepastian biaya pelayanan, yaitu kesesuaian antara biaya yang dibayarkan dengan biaya yang telah ditetapkan.
  1. Kepastian jadwal pelayanan, yaitu pelaksanaan waktu pelayanan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
  1. Kenyamanan lingkungan, yaitu kondisi sarana dan prasarana pelayanan yang bersih, rapi, dan teratur sehingga dapat memberikan rasa nyaman kepada penerima pelayanan.
  1. Keamanan pelayanan, yaitu terjaminnya tingkat keamanan lingkungan unit penyelenggara pelayanan ataupun sarana yang digunakan sehingga masyarakat merasa tenang untuk mendapatkan pelayanan terhadap resiko-resiko yang diakibatkan dari pelaksanaan pelayanan.
Indikator-indikator tersebut diatas dapat digunakan untuk menilai kinerja instansi pemerintah baik secara internal maupun eksternal. Dilihat dari fungsinya, SOP berfungsi membentuk sistem kerja dan aliran kerja yang teratur, sistematis dan dapat dipertanggungjawabkan; menggambarkan bagaimana tujuan pekerjaan dilaksanakan sesuai dengan kebijakan dan peraturan yang berlaku; menjelaskan bagaimana proses pelaksanaan kegiatan berlangsung; menjamin konsistensi dan proses kerja yang sistematik; dan menetapkan hubungan timbal balik antar satuan kerja.
Berdasarkan indikator-indikator tersebut, diterbitkan SOP di lingkungan Pemerintahan Desa Blang Teumulek yang mengatur tentang tata kerja aparatur pemerintah desa dalam menjalankan tugas dan fungsi serta kinerja pelayanan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan.

  • DASAR HUKUM
  1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme;
  1. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik;
  1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik;
  1. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan;
  1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa;
  1. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa;
  1. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
  1. Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah;
  1. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 Tahun 2011 tentang Standar Operasional Prosedur di Lingkungan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/ Kota;
  1. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 35 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Standar Operasional Prosedur Administrasi Pemerintahan;
  1. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 111 Tahun 2014 tentang Pedoman Teknis Peraturan di Desa;
  1. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa;
  1. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pedoman Kewenangan Berdasarkan Hak Asal-Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa;
  1. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 12 Tahun 2015 tentang Pedoman Umum Evaluasi atas Implementasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah;
  1. Peraturan Daerah Kabupaten Sikka Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa.

  • TUJUAN DAN MANFAAT
Tujuan dan manfaat dari penyusunan Standar Operasional Prosedur (SOP) di lingkungan Pemerintahan Desa Blang Teumulek adalah :
  1. menjadi pedoman acuan dalam peningkatan pelayanan administrasi pemerintahan dan kependudukan.
  1. meningkatkan efisiensi dan efektifitas pelaksanaan tugas pokok, fungsi dan kewenangan aparatur pemerintahan desa.
  1. meningkatkan akuntabilitas kinerja dan pelayanan pemerintahan dan kemasyarakatan.

Kamis, 21 September 2017

Inilah Jadwal Pelatihan Pratugas Tenaga Pendamping Profesional 2017

Misi besar pendampingan desa adalah memberdayakan desa sebagai self governing community yang maju, kuat, mandiri dan demokratis.

Dalam buku “Kewenangan Desa dan Regulasi Desa”. Pendampingan desa bukanlah mendampingi pelaksanaan proyek yang masuk ke desa, bukan pula mendampingi dan mengawasi penggunaan dana desa, tetapi melakukan pendampingan secara utuh terhadap Desa. 

Misi besar pendampingan desa adalah memberdayakan desa sebagai self governing community yang maju, kuat, mandiri dan demokratis.

Baca: Siapa Pendamping Desa yang sesungguhnya?

Oleh karena itu, semua tenaga pendamping profesional (TPP) yang lulus hasil rekrutmen tahun 2017 sebelum penugasan ke lokasi tugas akan diberikan bekal pengetahuan dan ketrampilan dalam melaksanakan tugas-tugas pendampingan Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (P3MD).

Berdasarkan surat Direktorat Jenderal PPMD Kemendesa PDTT tanggal 19 September 2017 yang ditujukan kepada 33 Kepala Dinas PMD Provinsi. Inilah Jadwal Pelatihan Pratugas Tenaga Pendamping Profesional 2017.

Inilah Jadwal Pelatihan Pratugas Tenaga Pendamping Profesional 2017
Dalam surat tersebut dijelaskan, bahwa pelatihan pratugas bagi Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat (TAPM) dan Pendamping Desa, Pendamping Desa Teknik Infrastruktur (PD/PDTI) akan dilaksanakan oleh Satker Ditjen Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa (PPMD) Kementerian Desa PDTT. Sedangkan pratugas bagi PLD akan dilaksanakan secara swakelola oleh Satker P3MD Provinsi.

Dalam surat Ditjen PPMD disebutkan, peserta pelatihan pratugas adalah seluruh calon TAPM, PD/PDTI dan PLD yang telah dinyatakan "lulus ditempatkan" pada proses rekrutmen Tahun Anggaran 2017 dan telah ditetapkan oleh Pejabat Pengadaan Barang dan Jasa (PPBJ) Satker P3MD Provinsi.

Berdasarkan Rencana Kerja Tindak Lanjut (RKTL) yang telah disampaikan, khusus pelatihan pratugas TAPM dan PD/PDTI akan dilaksanakan mulai pada tanggal 23 September 2017. Namun memperhatikan proses pengadan oleh perusahaan Event Organizer (EO) sebagai penyelenggaran teknis pelatihan yang masih dalam tahap pengadaan/lelang oleh Satker Ditjen PPMD, maka waktu pelaksanaan pelatihan pratugas direncanakan pelaksanaannya pada awal bulan Oktober 2017. 


Adapun kepastian waktu dan tempat pelaksaan pelatihan pratugas TAPM dan PD/PDTTI akan disampaikan kemudian. Sedangkan, terkait dengan pelatihan pratugas PLD akan segera dilaksanakan setelah penetapan hasil seleksi oleh PPBJ Satker P3MD Provinsi.

Sedangkan, tim pelatih pelatihan pratugas PLD berpedoman pada Juknis pelatihan pratugas PLD Tahun Anggaran 2017. Perhitungan jumlah pelatih adalah 1 kelas difasilitasi oleh 3 orang pelatih, dengan ketentuan jumlah peserta pelatih per kelas adalah 25-35 orang.[]

Rabu, 20 September 2017

Permendagri No 65 Tahun 2017 tentang Pemilihan Kepala Desa

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 65 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Permendagri Nomor 112 Tahun 2014 tentang Pemilihan Kepala Desa. Adapun beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 112 Tahun 2014 yang diubah atau dihapus, diantaranya sebagai berikut:
Ketentuan huruf g Pasal 21 dihapus, sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 21 Calon kepala Desa wajib memenuhi persyaratan:
  1. warga negara Republik Indonesia;
  2. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
  3. memegang teguh dan mengamalkan pancasila, melaksanakan undang-undang dasar negara republik Indonesia Tahun 1945, serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika;
  4. berpendidikan paling rendah tamat sekolah menengah pertama atau sederajat;
  5. berusia paling rendah 25 (dua puluh lima) tahun pada saat mendaftar; bersedia dicalonkan menjadi kepala Desa;
  6. bersedia dicalonkan menjadi kepala Desa;
  7. dihapus;
  8. tidak sedang menjalani hukuman pidana penjara;
  9. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali 5 (lima) tahun setelah selesai menjalani pidana penjara dan mengumumkan secara jujur dan terbuka kepada publik bahwa yang bersangkutan pernah dipidana serta bukan sebagai pelaku kejahatan berulang-ulang;
  10. tidak sedang dicabut hak pilihnya sesuai dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
  11. berbadan sehat;
  12. tidak pernah sebagai kepala Desa selama 3 (tiga) kali masa jabatan;
  13. syarat lain yang diatur dalam peraturan Daerah.
Sebelum huruf g dihapus calon kepala desa; terdaftar sebagai penduduk dan bertempat tinggal di desa setempat paling kurang 1 (satu) tahun sebelum pendaftaran.

Informasi lengkap tentang Pemilihan Kepala Desa yang baru, silahkan donwload Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 65 Tahun 2017 tentang Pemilihan Kepala Desa.

Senin, 18 September 2017

Tatacara Pemilihan Kepala Desa Antar-Waktu melalui Musyawarah Desa

Lantaran ada yang bertanya bagaimana cara melakukan pemilihan kepala desa antar waktu apabila ada kepala desa yang mengundurkan diri sebelum masa kepemimpinan kades habis. Apa dasar hukumnya dan bagaimana perlakukannya? Apakah cukup dipilih oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD) tanpa melibatkan warga? atau dengan menggelar pemilihan kepala desa (pilkades) antar waktu?
bagaimana cara melakukan pemilihan kepala desa antar waktu apabila ada kepala desa yang mengundurkan diri sebelum masa kepemimpinan kades habis.

Terkait dengan pertanyaan diatas, rujukannya adalah Permendagri Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Desa dan Permendagri Nomor 110 Tahun 2016 tentang Badan Permusyawaratan Desa

Selanjutnya, pedoman pemilihan kepala desa antarawaktu yaitu Permendagri Nomor 65 Tahun 2017 tentang Pemilihan Kepala Desa.

Dalam Permendagri 82 pada Pasal 8 ayat (3) disebutkan, apabila kepala Desa berhenti karena meninggal dunia, permintaan sendiri atau karena diberhentikan, Badan Permusyawaratan Desa melaporkan kepada Bupati/Walikota melalui camat atau sebutan lain.

Penyelenggaraan Musyawarah Desa Khusus untuk Pemilihan Kepala Desa Antarwaktu diatut dalam Permendagri No.110/2016 tentang Badan Permusyawaratan Desa. 

Pasal 42 berbunyi:
  1. BPD menyelenggarakan musyawarah Desa khusus untuk pemilihan Kepala Desa antarwaktu. 
  2. Penyelenggaraan musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk mengesahkan calon Kepala Desa yang diajukan panitia serta memilih dan pengesahan calon Kepala Desa terpilih.
  3. Forum musyawarah Desa menyampaikan calon Kepala Desa terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada panitia untuk disampaikan kepada BPD.
Pasal 43 berbunyi:

BPD menyampaikan calon Kepala Desa terpilih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (3) kepada Bupati/Wali kota paling lama 7 (tujuh) hari sejak diterimanya laporan hasil pemilihan Kepala Desa dari panitia pemilihan.

Tatacara Pemilihan Kepala Desa AntarWaktu melalui Musyawarah Desa, sebagai berikut:

Musyawarah Desa yang diselenggarakan khusus untuk pelaksanaan pemilihan kepala desa antar-waktu dilaksanakan paling lama dalam jangka waktu 6 (enam) bulan terhitung sejak kepala desa diberhentikan dengan mekanisme sebagai berikut:

Sebelum penyelenggaraan Musyawarah Desa, inilah kegiatan-kegiatan yang dilakukan, meliputi:
  • Pembentukan panitia pemilihan kepala desa antar-waktu oleh Badan Permusyawaratan Desa paling lama dalam jangka waktu 15 (lima belas) hari terhitung sejak kepala desa diberhentikan;
  • Pengajuan biaya pemilihan dengan beban APB Desa oleh panitia pemilihan kepada penjabat kepala desa paling lambat dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak panitia terbentuk;
  • Pemberian persetujuan biaya pemilihan oleh penjabat kepala desa paling lama dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak diajukan oleh panitia pemilihan;
  • Pengumuman dan pendaftaran bakal calon kepala desa oleh panitia pemilihan dalam jangka waktu 15 (lima belas) hari;
  • Penelitian kelengkapan persyaratan administrasi bakal calon oleh panitia pemilihan dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari; dan
  • Penetapan calon kepala desa antar-waktu oleh panitia pemilihan paling sedikit 2 (dua) orang calon dan paling banyak 3 (tiga) orang calon yang dimintakan pengesahan musyawarah desa untuk ditetapkan sebagai calon yang berhak dipilih dalam Musyawarah Desa.
Selanjutnya, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) menyelenggarakan Musyawarah Desa. Adapun kegiatan-kegiatan yang dilakukan meliputi kegiatan:
  • Penyelenggaraan Musyawarah Desa dipimpin oleh Ketua Badan Permusyawaratan Desa yang teknis pelaksanaan pemilihannya dilakukan oleh panitia pemilihan;
  • Pengesahan calon kepala desa yang berhak dipilih oleh Musyawarah Desa melalui musyawarah mufakat atau melalui pemungutan suara;
  • Pelaksanaan pemilihan calon kepala desa oleh panitia pemilihan melalui mekanisme musyawarah mufakat atau melalui pemungutan suara yang telah disepakati oleh musyawarah Desa;
  • Pelaporan hasil pemilihan calon kepala desa oleh panitia pemilihan kepada Musyawarah Desa;
  • Pengesahan calon terpilih oleh Musyawarah Desa;
  • Pelaporan hasil pemilihan kepala desa melalui Musyawarah Desa kepada Badan Permusyawaratan Desa dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah Musyawarah Desa mengesahkan calon kepala desa terpilih; 
  • Pelaporan calon kepala desa terpilih hasil Musyawarah Desa oleh ketua Badan Permusyawaratan Desa kepada bupati/walikota paling lambat 7 (tujuh) hari setelah menerima laporan dari panitia pemilihan;
  • Penerbitan keputusan bupati/walikota tentang pengesahan pengangkatan calon kepala desa terpilih paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya laporan dari Badan Permusyawaratan Desa; dan
  • Pelantikan kepala desa oleh bupati/walikota paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak diterbitkan keputusan pengesahan pengangkatan calon kepala desa terpilih dengan urutan acara pelantikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Demikian penjelasan singkat tentang Tatacara Pemilihan Kepala Desa Antar-Waktu melalui Musyawarah Desa. Dari berbagai sumber referensi, semoga bermanfaat.

Minggu, 17 September 2017

Donwload SKB 3 Menteri tentang Pembiayaan Persiapan Pendaftaran Tanah Sistematis

Pemerintah melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional, Menteri Dalam Negeri, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Nomor: 25/SKB/V/2017, Nomor: 590-3167A Tahun 2017, Nomor: 34 Tahun 2017 tentang Pembiayaan Persiapan Pendaftaran Tanah Sistematis.

Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional, Menteri Dalam Negeri, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi tentang Pembiayaan Persiapan Pendaftaran Tanah Sistematis


Surat Keputusan Bersama (SKB) ini tandatangani oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Sofyan A. Djalil, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo, pada tanggal 22 Mei 2017 di Jakarta.

.
Dalam SKB ini diputuskan, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional menetapkan jenis kegiatan, jenis biaya dan besaran biaya yang diperlukan dalam pelaksanaan persiapan pendaftaran tanah sistematif sebagai berikut:
  1. Kegiatan penyiapan dokumen
  2. Kegiatan pengadaan patok dan materai
  3. kegiatan operasionalpetugas kelurahan/desa.
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi memfasilitasi pelaksanaan persiapan pendaftaran tanah sistematif, melalui sosialisasi kepada masyarakat desa.

Menteri Dalam Negeri memerintah Bupati/Walikota untuk melakukan langkah-langkah sebagai berikut. 

Diantaranya, menganggarankan biaya pendaftaran tanah sistematis lengkap yang tidak tertampung dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara dan Anggaran Belanja Desa ke dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah sesuai dengan kemampuan masing-masing daerah.

Disebutkan juga bahwa gubernur sebagai wakil pemerintah pusat melakukan pembinaan dan pengawasan atas pelaksanaan keputusan ini.

Selengkapnya tentang Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional, Menteri Dalam Negeri, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, dapat di unduh  disini. SKB 3 Menteri dan Lampiran SKB.[]

Pedoman Umum Kodefikasi Aset Desa

Aset Desa adalah barang milik Desa yang berasal dari kekayaan asli milik Desa, dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa) atau perolehan Hak lainnya yang sah.

Pengelolaan aset desa mulai dari perencanaan, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan, pemeliharaan, penghapusan, pemindahtanganan, penatausahaan, pelaporan, penilaian, pembinaan, pengawasan dan pengendalian aset Desa.
Pedoman Umum Kodefikasi Aset Desa
  • Kekayaan asli desa;
  • Kekayaan milik desa yang dibeli atau diperoleh atas beban APBDesa;
  • Kekayaan desa yang diperoleh dari hibah dan sumbangan atau yang sejenis;
  • Kekayaan desa yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak dan/atau diperoleh berdasarkan ketentuan peraturan undang-undang;
  • Hasil kerja sama desa; dan
  • Kekayaan desa yang berasal dari perolehan lain yang sah.
Adapun yang termasuk dalam Kekayaan Asli Desa, terdiri atas:
  • Tanah kas desa;
  • Pasar desa;
  • Pasar hewan;
  • Tambatan perahu;
  • Bangunan desa;
  • Pelelangan ikan yang dikelola oleh desa;
  • Pelelangan hasil pertanian;
  • Hutan milik desa;
  • Mata air milik desa;
  • Pemandian umum; dan
  • Lain-lain kekayaan asli desa.
Pengelolaan aset desa dilaksanakan berdasarkan asas fungsional, kepastian hukum, transparansi dan keterbukaan, efisiensi, akuntabilitas, dan kepastian nilai.


Oleh karena itu, dalam rangka melaksanakan ketentuan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2016 tentang Pengelolaan Aset Desa pasal 28 ayat (2), Direktorat Jenderal Bina Pemerintahan Desa menyusun Pedoman Umum Kodefikasi Aset Desa. 

Apa yang dimaksud dengan Kodefikasi? Kodefikasi adalah pemberian kode barang pada aset Desa dalam rangka pengamanan dan kepastian status kepemilikan.

Pedoman umum ini menjadi acuan bagi Pemerintahan Desa dalam Penataausahaan Aset Desa yang baku, seragam dan terpadu guna mewujudkan tertib administrasi dan mendukung tertib pengelolaan aset Desa yang lebih efektif dan efisien.

Jumat, 15 September 2017

Misteri Shalat Subuh

Judul : Misteri Shalat Subuh
Penulis : Dr. Raghib As-Sirjani
Penerbit : Aqwam 
Tahun : Juni 2005

Pernah salah seorang penguasa Yahudi menyatakan bahwa mereka tidak takut dengan orang Islam kecuali pada satu hal. Ialah bila jumlah jamaah shalat Subuh menyamai jumlah jamaah shalat Jum’at. hal. 142)

Pelajaran apa yang dapat kita petik dari pernyataan di atas? Ternyata orang Yahudi lebih jeli terhadap kondisi kita, daripada diri kita sendiri.

Betapa, selama ini kebanyakan kaum muslimin terlena dalam malam yang panjang sehingga hanya menyisakan segelintir orang yang membentuk sederet-dua deret shaf pada shalat Subuh. Mereka tak menyadari, ada nilai religi dan filosofi yang kuat dalam pelaksanaan shalat Subuh. Alih-alih, justru Yahudi yang menyadarinya.

Memang, kalau kita urai benang permasalahannya akan lebih rumit. Pemahaman dan kesadaran mayoritas kaum muslimin masih lemah. Dengan berbagai alasan, akhirnya lebih memilih shalat di rumah. Sebuah fenomena yang bila terjadi pada masa Rasulullah akan diancam dengan sanksi pembakaran rumah. Bahkan bagi sebagian muslimin, kewajiban shalat teranak tirikan oleh berbagai kepentingan duniawi, dan tentunya, bisikan setan. Na’udzubillah!

Dalam lima waktu shalat wajib yang diperintahkan kepada kita, DR. Raghib As-Sirjani lebih memfokuskan titik permasalahan kepada satu waktu: shalat Subuh. Tentu, ini tidak bermaksud membeda-bedakan satu kewajiban dengan kewajiban lainnya.

Tetapi berdasarkan kajian epistemoligis dan analisis aksiologisnya, shalat Subuh mempunyai kekuatan yang luar biasa Pahala yang yang dijanjikan Allah dalam shalat Subuh, dan aktiyitas lain yang dikerjakan sebelum dan sesudahnya, begitu besar. Wajar, shalat Subuh dikerjakan diantara waktu teristimewa; sepertiga malam terakhir dan waktu fajar.

Yang tak kalah pentingnya, turunnya kembali Isa bin Maryam dan kedatangan Imam Mahdi, menurut sebuah riwayat, berlangsung saat Subuh.

Dampak sosial yang timbul dari pelaksanaan shalat Subuh pun tak bisa dipandang sebelah mata. Pelaksanaannya yang tepat sesuai waktu akan mendorong peningkatan aktiyitas sehari penuh seorang muslim Ini bukan tanpa bukti. Penulis menganalogikannya dengan kehidupan masyarat Eropa dan Amerika yang rajin bangun bagi—meski hanya sekadar mengajak jalan-jalan anjingnya.

Memang, buku ini tidak semerta-merta mengklaim pelaksanaan shalat Subuh sebagai satu-satunya solusi utama bejibun problematika umat. Namun, ia menjadi sumbangan pemikiran yang sangat berarti kehidupan umat ini, di dunia maupun akhirat.

Sebuah pemikiran yang menarik, menggelitik, idealis— namun tetap realistis, sekaligus membuat penasaran. Itulah sebabnya, kami mengemasnya dalam judul: Misteri Shalat Subuh.

https://www.mediafire.com/file/w0oll566da7yllm/Misteri%20Shalat%20Subuh.rar

Inilah 7 Manfaat Keterlibatan Warga dalam Perencanaan Penganggaran Desa

Perencanaan dan penganggaran desa adalah proses yang saling terkait dan keduanya tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Proses perencanaan penganggaran desa harus berlandaskan pada UU Desa Nomor 6 Tahun 2014, yang pengaturan lebih lanjut diatur melalui Peraturan Pemerintah No.43 Tahun 2014 sebagaimana telah diubah dengan PP No.47/2015.
Perencanaan pembangunan Desa adalah proses tahapan kegiatan yang diselenggarakan oleh pemerintah Desa dengan melibatkan Badan Permusyawaratan Desa(BPD) dan unsur masyarakat secara partisipatif guna pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya desa dalam rangka mencapai tujuan pembangunan desa.


Perencanaan pembangunan Desa adalah proses tahapan kegiatan yang diselenggarakan oleh pemerintah Desa dengan melibatkan Badan Permusyawaratan Desa(BPD) dan unsur masyarakat secara partisipatif guna pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya desa dalam rangka mencapai tujuan pembangunan desa.

Baca: Perencanaan yang Baik Jantung Kemandirian Desa

Sesuai ketentuan pasal 97 UU Desa, ada dua jenis perencanaan pembangunan desa. Pertama, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Desa) yang disusun dalam jangka waktu 6 (enam) tahun, mengikuti masa jabatan kepala desa. 

Kedua, Rencana pembangunan tahunan desa yang disebut Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa). RKP Desa merupakan penjabaran dari RPJM Desa untuk periode 1 (satu) tahun.

Adapun hasil dari proses perencanaan desa adalah dokumen RPJM Desa dan RKP Desa. Kedua dokumen perencanaan desa ini ditetapkan melalui Peraturan Desa atau Perdes.

Proses penganggaran desa harus konsisten dengan perencanaan desa. 

Apa itu Penganggaran Desa?

Penganggaran Desa merupakan proses penyusunan rencana keuangan dalam kurun waktu 1 (satu) tahun anggaran, yang berpedoman pada dokumen perencanaan pembangunan desa.

Dalam penganggaran desa, ada dua hal yang harus diperhatikan, yaitu transparan dan akuntabel.

Penganggaran desa yang transparan berarti seluruh aktivitas dalam penganggaran desa tidak boleh ada satupun yang ditutup-tutupi. Anggaran harus nyata, jelas, dapat dibaca, dan terbuka.

Akuntabel artinya penganggaran desa harus dapat dipertanggungjawabkan sesuai Peraturan Perundang-undangan. Semua anggaran desa yang tertuang dalam APBDes, berkewajiban melaporkan, menjelaskan dan mempertanggungjawabkan.


Karena sekarang, masyarakat desa sebagai pemilik mandat atas pemerintahan desa. Maka, seluruh masyarakat desa harus terlibat dalam pembangunan desa, termasuk dalam perencanaan penganggaran desa.

7 Manfaat Keterlibatan Warga dalam Perencanaan Penganggaran Desa, diantaranya sebagai berikut:
  1. Hak warga sebagai pemilik Desa untuk mengetahui rencana desa, proses
  2. pengambilan keputusan bagi seluruh warga, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik lebih terjamin sehingga dapat memberi kepastian tidak ada warga yang ditinggalkan dalam pembangunan desa;
  3. Mendorong partisipasi warga dalam proses pengambilan kebijakan; meningkatkan peran aktif warga dalam pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan pemerintahan desa yang baik;
  4. Mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik, yaitu yang terbuka, efektif dan efisien, dan dapat dipertanggungjawabkan;
  5. Memperbaiki pelayanan dasar di tingkat desa terutama bagi warga perempuan, penyandang disabilitas dan warga miskin mengetahui alasan kebijakan publik yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak;
  6. Mengembangkan ilmu pengetahuan dan mencerdaskan kehidupan bangsa; dan/atau
  7. Meningkatkan pengelolaan dan pelayanan informasi dalam proses perencanaan dan penganggaran desa serta menghasilkan layanan informasi yang berkualitas.
Ruang besar yang telah diberikan kepada Desa, jangan lagi dipersempit. Berikan kesempatan Desa mengurus dan mengatur diri sendiri sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya. Cara boleh beda, tujuan kita sama, yaitu mewujudkan desa yang maju, kuat, mandiri, berkeadilan dan demokratis. Inilah visi tertinggi dari UU Desa. (Admin/dbs) 

INFORMASI

Musrenbang RKPD 2020: Ini Daftar 9 Prioritas Pembangunan Jawa Barat

BANDUNG, BAPPEDA JABAR –  Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat menyelenggarakan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Rancangan ...