ads

Senin, 30 April 2018

Pedoman Budidaya Semangka Non Biji

Tanaman semangka adalah tanaman yang sangat popular di masyarakat Indonesia. Semangka sangat bermanfaat untuk kesehatan karena banyak mengandung air dan serat. 
Tanaman semangka adalah tanaman yang sangat popular di masyarakat Indonesia. Semangka sangat bermanfaat untuk kesehatan karena banyak mengandung air dan serat.
Semangka Non Biji (Foto: YouTube)
Di Indonesia, semangka non biji merupakan salah satu jenis semangka yang sangat disukai oleh pasar. Dari segi ekonomi juga sangat menguntungkan bagi petani dibandingkan semangka jenis lainnya.

Semangka non biji memiliki tipe buah bulat agar lonjong dan sangat cocok ditanam di dataran rendah. Warna kulit buah hijau tua dengan lurik hijau tua, bobot buah bisa mencapai 7-8 kg. Warna danging buah merah, rasa manis dan renyah. Umur panen rata-rata 58-65 HST (hari setelah tanam) dengan potensi hasil 33-38 ton per hektar. 

Budidaya semangka non biji agak sedikit lebih rumit dibandingkan budidaya semangka biji, karena dalam menanam semangka non biji memerlukan cara khusus mulai dari persemaian, penyerbukan dan pemupukan.

Pedoman Budidaya Semangka Non Biji, sebagai berikut:

Syarat Tumbuh

Curah hujan yang ideal untuk tanaman semangka berkisar 40-50 mm/bulan. Semangka cocok ditanam didataran rendah hingga ketinggian 600 m dpl. Areal penanaman perlu disinari matahari sejak pagi hingga sore hari. Suhu optimal 250 c. Semangka tidak cocok ditanam pada tanah yang asam. Oleh karenanya, tanah untuk penanaman semangka harus gembur dan kaya bahan organik.

Petani Semangka Binaan BUMG Riseh Tunong
Pengolahan Tanah

  • Lakukan pembajakan tanah sedalam 30 cm, dan kemudian tanah dihaluskan dan diratakan. 
  • Bersihkan lahan dari sisa-sisa perakaran dan batu-batu kecil. 
  • Buat bedengan dengan lebar 1 meter dan panjangnya sesuai dengan kondisi lahan. Bedengan bisa dengan menggunakan system gawang atau system lainnya. Jika menggunakan system gawang jarak antar bendengan 5-6 meter dengan luas bedengan 60 cm dan jarak tanam berkisar 50-60 cm.
  • Berikan kapur dolomite agar tanah mencapai Ph 6-6,7. 
  • Tanah diberikan pupuk kandang sebanyak 1 ton, minimal seminggu sebelum tanam. 
  • Untuk pupuk dasar dapat diberikan pupuk ZA (150 kg), SP-36 (100 kg) dan KCL (150 kg) per hektar dan diberikan setelah 7 hari setelah pengapuran. 
  • Bedengan perlu diberikan mulsa untuk membantu menguraingi penguapan air dan pertumbuhan tanaman pengganggu (gulma) lainnya. 
  • Pembuatan lubang tanam sebaiknya dilakukan 1 minggu sebelum bibit dipindah.
Persemaian Bibit 

Agar perkecambahan bibit sempurna, benih terlebih dahulu diretakkan dengan cara direndam kedalam air bersih dan bisa ditambah Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) seperti Antonik, Bambu, dan jenis ZPT lainnya seperti Gibgro dengan dosis 0,5 ml/liter air selama 20-30 menit. 

Selanjutnya, benih dimasukan ke dalam kain basah selama 1-2 hari. Benih yang sudah berkecambah kemudian dipindahkan ke media persemaian yang sudah dipersiapkan.

Ada macam-macam media persemaian yang dapat dipergunakan, seperti polybad plastic, papan telur, dan bekas botol aqwa gelas, dll. 

Polybad persemaian upayakan diletakkan secara berderet, sejajar dan rapi dan terkena sinar matahari. Sebelum bibit diturunkan ke media semai lakukan siraman air secukupnya, dan disemaikan sedalam 1-1,5 cm. 

Penanam 

Area penanaman disiram sampai jenuh supaya tanah bedeng cukup ketersedian air. Lubang tanam dibuat dengan cara ditunggal dengan kayu yang pada bagian ujungnya dilancipkan. Sebelum batang bibit ditanam dilakukan perendaman, agar mudah pelepasan bibit dari polybad. 

Langkah imunisasi dilakukan dengan perendaman selama 5-10 menit disertai campuran larutan yang terdiri dari: 1 sendok teh Atonik, 1 sendok teh bakterisida, 1 sendok the pungisida dalam 1 liter air. Penanaman dilakukan pada pagi maupun sore hari. 

Pemupukan

Untuk mendapatkan produktivitas yang tinggi maka faktor yang sangat penting untuk dipehartikan yaitu pemupukan yang berimbang mulai dengan dosis pupuk yang digunakan, jenis pupuk, dan waktu pemberian. 
Adapun jenis pupuk, waktu pemupukan, dan dosis pupuk sebagai berikut.

Dosis pupuk semangka non biji

Pemeliharaan

Pemeliharaan semangka non biji terdiri dari tiga tahap yaitu pemangkasan, penyerbukan dan seleksi buah.

a) Pemangkasan

Lakukan penyiangan dengan cara mengatur cabang primer dan hanya dipelihara 2-3 cabang saja tanpa memotong cabang sekunder. Ujung cabang sekunder disisakan 2 helai daun. Cabang sekunder yang tumbuh pada ruas yang ada buahnya dipotong agar tidak menganggu pertumbuhan buah. Lakukan perempelan tunas muda yang tidak berguna karena mempengaruhi pertumbuhan buah.

b) Penyerbukan

Agar mendapatkan bakal buah yang bagus maka semangka non biji perlu dilakukan penyerbukan buatan dengan mengambil serbuk dari sari bunga jantan tanaman semangka berbiji seperti baginda F1 atau Garnis F1 yang diserbukan ke bunga betina tanaman non biji Amara F1. Bunga yang dikawinkan adalah bunga kedua dan seterusnya dan biasanya terdapat pada ruas ke 12.

c) Seleksi Buah

Pilih buah yang cukup besar, baik dan tidak cacat terletak antara 1-1,5 m dari perakaran tanaman. Sisakan hanya 1-2 buah saja, lainnya dipangkas. Jika berat buah sudah hampir 2 kg, buah semangka di bolak balik agar terdapat pencahayaan matahari secara merata.

Demikian artikel tentang pedoman budidaya semangka non biji. Pedoman ini khusus untuk semangka non biji Amara F1 dan tentu dapat diaplikasikan untuk varietas semangka lainnya. Semoga bermanfaat.

Jumat, 27 April 2018

Jurnalisme Warga


Foto : edu.madmagz.news


Setiap orang dapat menjadi jurnalis, termasuk warga desa. Warga dalam membuat, menggunakan, dan menyebarluaskan informasi tentang pelbagai kegiatan dan isu di desanya. Berkat perkembangan teknologi informasi, warga juga mampu melakukan hal serupa. Bakan, warga juga dapat menjadi anjing penjaga (watchdog) saat media arus utama tidak berfungsi secara maksimal.

Aktivitas warga untuk memproduksi informasi melahirkan desentralisasi informasi. Kondisi tersebut tak dapat dilepaskan dari perkembambangan jurnalisme warga. Jurnalisme warga merupakan alih bahasa dari kata citizen journalism, yaitu keterlibatan warga dalam kegiatan pengumpulan, pelaporan, analisis, serta penyampaian informasi dan berita (Wikipedia Indonesia: 2010).

Jurnalisme warga merupakan bentuk baru dalam penyebaran informasi,di mana batas antara produsen dan konsumen informasi sulit di pisahkan. Jurnalisme warga membawa dampak positif. Pertama, memberikan ruang bagi peran serta warga dalam pengelolaan informasi. Keterlibatan warga dalam dunia jurnalistik membuktikan adanya hubungan dinamis antara pelaku media dan pembacanya. Kedua, mampu memberikan ruang bagi warga untuk menegakkan hak-hak informasinya.

Meningkatnya keberaksaraan (melek) media dari warga juga memengaruhi perkembangan jurnalisme warga. Meski awalnya sekadar iseng, lama-kelamaan mereka menyadari kegiatan pengelolaan dan berbagi informasi adalah sebuah pilihan. Apabila warga mampu berbagi informasi, maka pengetahuan dan kemampuan menyelesaikan permasalahan hidup akan meningkat pula.


Sumber : sekolah.desamembangun.id

Penataan Desa dan Tata Kelola Keuangan Desa









Desa terus menjadi primadona pasca kelahiran UU No 6 tahun 2014 tentang Desa. Situasi ini jelas sangat menggembirakan sebab hingga penghujung kelahiran regulasi itu sebagian besar mata publik masih melihat sebagai isu pinggiran. Tak terbantahkan, isu desa mampu menyeruak ke ruang publik akibat redistribusi anggaran negara melalui Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD).

DD dan ADD mengubah wajah desa semakin seksi. Alokasi DD sebesar 10 prosen dari jumlah transfer anggaran pusat ke daerah. Sementara, ADD ditetapkan sebesar 10 prosen dari pengeluaran belanja kabupaten. Besaran DD dan ADD membuat desa mengelola anggaran cukup besar, jumlahnya bervariasi antara 1-5 Milyar rupiah.

Besarnya kue anggaran di desa membuat perhatian publik makin besar ke desa. Di kalangan supradesa, ada yang bersikap pesimis, ada pula yang optimis. Sejauh ini, respon supradesa tak jauh berbeda dengan sikap mereka sebelum adanya UU Desa. Mereka masih membangun hubungan dengan desa dalam nalar kontrol.

Cara pandang supradesa masih didominasi oleh unsur ketakutan dan was-was. Supradesa takut kebangkitan desa menyebabkan pengaruh mereka turun drastis. Akibatnya, mereka membuat regulasi yang membuat desa sekadar mengoperasionalkan anggaran, bahkan, sejumlah bupati mengatur secara ketat penentuan prioritas belanja, mekanisme pembelanjaan, dan pelaporan.

Sikap desa sendiri cukup terbelah, ada yang berpikir strategis, ada pula yang bersikap aji mumpung atau oportunis. Setiap desa memiliki karakter yang unik, tergantung relasi yang terbangun antara pemerintah, lembaga desa, dan masyarakat.

Desa yang berpikir strategis mempelopori praktik transparansi anggaran. Mereka bekerja keras untuk melibatkan masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan anggaran. Tak sedikit desa yang membangun akuntabilitas dengan pelaporan pemanfaatan anggaran kepada publik, baik melalui baliho, papan pengumuman, maupun website.

Sebaliknya, sikap aji mumpung dan oportunis juga muncul di desa. Bermodal klain sebagai pemegang hak anggaran, banyak kepala desa yang memperlakukan DD dan ADD layaknya uang mereka sendiri. Prioritas belanja pembangunan dan pemberdayaan ditentukan secara otoriter oleh kepala desa. Akibatnya, tak sedikit dari mereka yang tersandung kasus hukum karena korupsi dan memperkaya diri.

Praktik di atas berbanding lurus dengan demokratisasi di desa. Desa yang menerapkan praktik transparansi anggaran sebagian besar lahir dari pemilihan kepala desa (Pilkades) yang demokratis. Demokratisasi desa melahirkan kepemimpinan yang kuat dan dicintai rakyatnya. Pilkades yang bersih dan murah merupakan langkah penataan desa yang penting.


Sumber : https://desamembangun.id

Inovasi Desa Internet


BPD dari DULU sampai SEKARANG



Badan Permusyawaratan Desa, selanjutnya disingkat BPD, bukanlah lembaga baru. Dalam lima belas tahun terakhir sejak era reformasi digulirkan tugas, fungsi, dan kedudukan BPD terus berubah-ubah. Perubahan tersebut tak lepas dari perubahan regulasi yang mengatur urusan desa.

Mengapa posisi BPD berubah-ubah? Apa dan bagaimana BPD dapat memerankan isu strategis di desa?

Istilah BPD diperkenalkan oleh UU No 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah sebagai lembaga legislatif desa. Peran BPD sebagai lembaga legislatif yang kuat di tingkat desa selanjutnya di tekan dan dilunakan oleh UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. BPD bergeser menjadi unsur dari pemerintahan desa. Sebagai unsur pemerintahan desa, BPD berwenang dan ikut mengatur dan mengurus desa.

Posisi BPD Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah

Pasca bergulirnya Era  reformasi yang dimulai dari tahun 1998 sampai dengan sekarang, telah  membawa angin segar  bagi  pelaksanaan  otonomi daerah,  ketika desentralisasi dan demokrasi lokal mengalami kebangkitan, menyusul lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam undang-undang ini keberadaan Badan Perwakilan Desa (BPD) menjadi aktor baru pendorong demokrasi, masyarakat berharap bahwa kehadiran BPD menjadi dorongan baru bagi demokrasi desa, yakni sebagai artikulator aspirasi dan partisipasi masyarakat, pembuat kebijakan secara partisipasi masyarakat dan alat kontrol yang efektif terhadap pemerintah desa. Pengaturan tentang desa dalam undang-undang ini ada dalam Bab XI Pasal 93-111 (ada 18 pasal).

Dalam undang-undang ini Lembaga Musyawarah Desa (LMD) diganti menjadi Badan Perwakilan Desa. Pengaturan tentang BPD ini ada dalam pasal 104 dan 105. Pasal 104 berbunyi:

“Badan Perwakilan Desa atau yang disebut dengan nama lain berfungsi mengayomi adat istiadat, membuat peraturan desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat, serta melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan desa”.

Dari pasal tersebut terlihat bahwasannya BPD memiliki 4 (empat) fungsi, yakni: Pertama, mengayomi adat istiadat; Kedua, membuat peraturan desa; Ketiga, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat; Keempat, melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan desa. Akan tetapi, dalam prakteknya fungsi ini belum berjalan semuanya.

Pada pasal 105 mengatur tentang keanggotaan BPD. Anggota BPD dipilih dari dan oleh penduduk desa yang memenuhi persyaratan. Pimpinan BPD dipilih dan oleh anggota. Pengaturan ini tentu berbeda dengan pengaturan pada Undang-undang No. 5 tahun 1979 Tentang Desa. Keanggotaan BPD tidak lagi diisi oleh perangkat desa, melainkan diisi oleh penduduk desa yang memenuhi persyaratan. BPD menjadi sebuah badan yang independen yang berarti BPD bebas dari campur tangan perangkat desa.

Dari kedua pasal tersebut mengindikasikan adanya struktur dan fungsi baru kelembagaan di desa. Kepala desa tidak lagi memiliki kekuasaan yang absolut. Kepala Desa menjalankan fungsi administrasi, anggaran, dan pembuatan keputusan desa bersama-sama dan dengan pengawasan BPD. Keberadaan BPD secara normatif menandai terbentuknya lembaga pengontrol kepala desa dengan menjalankan fungsi check and balances dalam pemerintahan desa.

BPD Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Tentang Pemerintahan Daerah

Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 ini kemudian direvisi menjadi Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) diatur pada pasal 209 dan pasal 210. Pasal 209 berbunyi:

“Badan Permusyawaratan Desa berfungsi menetapkan peraturan desa bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat”.

Dalam undang-undang ini BPD memiliki 2 fungsi, yakni pertama, menetapkan peraturan desa; dan kedua, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.
Jika dibandingkan dengan undang-undang sebelumnya ada pengurangan fungsi dari BPD. Fungsi yang hilang tersebut adalah mengayomi adat istiadat dan melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan desa.

Pada pasal 210 mengatur tentang keanggotaan BPD. Anggota BPD adalah wakil dari penduduk desa bersangkutan yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat. Pimpinan BPD dipilih dari dan oleh anggota BPD. Dalam undang-undang ini masa jabatan anggota BPD sudah dibatasi, yakni selama 6 tahun dan dapat dipilih lagi untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.

Penjabaran lebih lanjut tentang pengaturan BPD ini ada dalam Peraturan pemerintah No. 72 Tahun 2005 tentang Desa. Pengaturan BPD dalam PP ini terdapat pada bagian ketiga dari pasal 29 hingga pasal 42 (ada 13 pasal). Hal-hal yang diatur tentang BPD adalah tentang kedudukan, keanggotaan, struktur, fungsi, wewenang, hak, kewajiban, kegiatan dan larangan bagi BPD. Peraturan pemerintah ini telah mengatur BPD secara lebih rinci dibandingkan dengan pengaturan pada undang-undang sebelumnya.

BPD berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa yang jumlah anggotanya ditetapkan dengan jumlah ganjil, yakni 5 (lima) hingga 11 (sebelas) orang. BPD memiliki fungsi menetapkan peraturan desa bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Wewenang terpenting yang diberikan kepada BPD adalah membahas rancangan peraturan desa bersama kepala desa. Dengan adanya wewenang ini BPD bersama kepala desa dapat bersama-sama dalam membuat peraturan desa. Setelah peraturan dibuat dan disahkan, BPD melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan desa tersebut dan BPD juga melakukan pengawasan terhadap peraturan kepala desa. Untuk menunjang wewenang ini, BPD diberikan hak untuk meminta keterangan kepada pemerintah desa.

Selain wewenang tersebut, BPD dapat mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala desa. Jadi, kepala desa dapat diganti atas usulan dari BPD. Jika kedudukan kepala desa telah habis masa jabatannya BPD akan membentuk panitia pemilihan kepala desa. Wewenang lain dari BPD adalah BPD menggali, menampung, menghimpun, merumuskan dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Aspirasi yang terhimpun dari masyarakat kemudian disampaikan kepada pemerintah desa. Dari wewenang BPD tersebut diatas, terlihat bahwa BPD memiliki hak legislatif dan hak pengawasan/controlling serta hak budgeting. Tentang hal ini diatur dalam pasal 73 ayat (3) yang berbunyi: “kepala desa bersama BPD menetapkan APB Desa setiap tahun dengan Peraturan Desa”.

BPD Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa menggeser posisi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa menjadi lembaga desa. Sebagai lembaga desa, fungsi dan kedudukan BPD semakin jelas, yaitu lembaga legislatif desa.

Kedudukan Badan Permusyawaratan Desa berdasarkan UndangUndang Nomor 6 Tahun 2014 telah bergeser, tidak sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa. Hal tersebut ditegaskan pada Pasal 23 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 bahwa “Pemerintahan Desa diselenggarakan oleh Pemerintah Desa”. Dengan demikian Badan Permusyawaratan Desa berada diluar struktur pemerintahan desa. Badan Permusyawaratan Desa menjadi lembaga yang mandiri, namun mempunyai fungsi pemerintahan.

Pada pasal 55, UU Desa menyebutkan sejumlah fungsi BPD yang berkaitan dengan kepala desa, yaitu (1) membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa; (2) menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa; dan (3) melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa.

Lebih dari itu, Pasal 61 huruf a memberikan hak pada BPD untuk mengawasi penyelenggaraan pemerintahan desa, yaitu:

      1. Mengawasi dan meminta keterangan tentang penyelenggaraan Pemerintahan Desa kepada Pemerintah Desa;
      2. Menyatakan pendapat atas penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa; serta
      3. Mendapatkan biaya operasional pelaksanaan tugas dan fungsinya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.


BPD juga bertugas untuk menyelenggarakan musyawarah desa (Musdes) dengan peserta terdiri kepala desa, perangkat desa kelompok, dan tokoh masyarakat. Jumlah pesertanya tergantung situasi kondisi setiap desa. Musyawarah desa berfungsi sebagai ajang kebersamaan dan membicarakan segala kebijakan tentang desa.

Jika dilihat dari kedudukannya, pemerintah desa dan BPD memiliki kedudukan yang sama, yakni sama-sama merupakan kelembagaan desa. UU Desa tidak membagi atau memisahkan kedudukan keduanya pada suatu hierarki. Artinya, keduanya memiliki kedudukan yang sama, namun dengan fungsi yang berbeda.

BPD harus mempunyai visi dan misi yang sama dengan kepala desa sehingga BPD tidak dapat menjatuhkan kepala desa yang dipilih secara demokratis oleh masyarakat desa.

Untuk mempermudah Anda memahami hubungan antara kepala desa dan BPD, lihat daftar tugas dan fungsi berikut ini:
      1. Kepala Desa dan BPD membahas dan menyepakati bersama peraturan desa (Pasal 1 angka 7 UU Desa);
      2. Kepala Desa Dan BPD memprakarsai perubahan status desa menjadi kelurahan melalui musyawarah desa (Pasal 11 ayat (1) );
      3. Kepala Desa memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan secara tertulis kepada BPD (Pasal 27 huruf c UU Desa);
      4. BPD memberitahukan kepada Kepala Desa mengenai akan berakhirnya masa jabatan Kepala Desa secara tertulis 6 (enam) bulan sebelum masa jabatannya berakhir (Pasal 32 ayat (1) UU Desa);
      5. Kepala Desa mengajukan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa dan memusyawarahkannya bersama BPD (Pasal 73 ayat 2);
      6. Kepala Desa dan BPD membahas bersama pengelolaan kekayaan milik desa (Pasal 77 ayat (3) UU Desa).
Baca Juga : Camat Cibugel Lantik Anggota BPD Periode 2018 - 2024

Penjabaran lebih lanjut tentang pengaturan BPD ini selanjutnya diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 110 Tahun 2016 Tentang BPD.

Sayang, program pengembangan kapasitas BPD sangat langka, padahal Program ini Pengembangan Kapasitas BPD sebenarnya menjadi kewajiban Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Dampaknya, persoalan hubungan antara BPD dan Pemerintah Desa acapkali terjadi akibat kesenjangan sumberdaya manusia dan pemahaman atas pengetahuan regulasi. Bahkan, sebagian besar anggota BPD belum mampu memahami tugas dan fungsi pokoknya.

Pada fase rekrutmen, minat dan antusiasme masyarakat untuk menjadi anggota BPD sangat kurang. Sayang, hingga hari ini para anggota BPD berasal dari orang ‘seadanya’, jarang ada yang minat untuk mendaftarkan diri sebagai BPD. Salah satu penyebabnya adalah urusan penggajian/tunjangan yang jauh berbeda jika dibandingkan dengan Kepala Desa dan Perangkat Desa. Meski kedudukan BPD setara dengan Pemerintah Desa tetapi BPD tidak mendapatkan gaji/tunjangan layaknya kepala desa dan perangkatnya.



Diolah dari berbagai sumber
Oleh : Asep Jazuli

Penulis adalah Pendamping Lokal Desa di Kabupaten Sumedang***



Bahan Rujukan :


A.   Regulasi
1.   Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah
2.   Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
3.   Peraturan Pemerintah (PP) No. 72 Tahun 2005 Tentang Desa
4.   Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa
5.   Peraturan Pemerintah (PP) No. 47 Tahun 2015 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2014 Tentang Desa.
6.   Permendagri Nomor 110 Tahun 2016 Tentang BPD

B.   Artikel dan Internet







Cara Berbagi Pengalaman Cerdas Desamu Melalui Portal Inovasi Desa

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendesa PDTT) meluncurkan portal inovasi desa dalam rangka mendokumentasikan beragam inspirasi dan inovasi yang lahir dan dipraktikan oleh desa dan daerah tertinggal di seluruh Indonesia.
Praktik cerdas adalah kegiatan yang dilakukan bersama-sama dan berhasil menjajawab tantangan pembangunan di sekitar kita. Sebuah praktik cerdas memiliki kriteria inovasi, berdampak nyata, partisipatif, berkelanjutan, akuntabel, dan berpihak pada masyarakat marjinal, miskin dan pro gender.

Melalui portal inovasi desa, setiap desa dapat berbagi beragam praktik cerdas yang dimiliki setiap desa dengan cara mengupload fhoto-fhotonya melalui situs tersebut.

Praktik cerdas adalah kegiatan yang dilakukan bersama-sama dan berhasil menjajawab tantangan pembangunan di sekitar kita. Sebuah praktik cerdas memiliki kriteria inovasi, berdampak nyata, partisipatif, berkelanjutan, akuntabel, dan berpihak pada masyarakat marjinal, miskin dan pro gender.

Kegiatan-kegiatan cerdas desa yang dapat dibagikan melalui portal inovasi desa, seperti kegiatan bidang wirausaha desa, wisata desa, produk unggulan desa, seni budaya, sumberdaya manusia, layanan sosial dasar, infrastruktur desa, dan teknologi tepat guna baik yang dibiayai dengan dana desa, swadaya masyarakat maupun yang dipraktetkan oleh masyarakat desa.

Adapun cara berbagi praktik cerdas yang dimiliki oleh desa melalui portal inovasi desa sangat mudah. Buka situs inovasidesa.kemendesa.go.id  dan pilih menu Daftar dan isilah setiap kolom secara lengkap, kemudian klik Daftar.

Jika pendaftaran berasil. Anda akan mendapat pemberitahuan melalui Gmail atau email lain yang digunakan saat Anda mendaftar. Thank you for signing up! You accounts is now actif. Login to our site.

Demikian cara berbagi pengalaman cerdas desamu melalui portal inovasi desa. Semoga bermanfaat.

Rabu, 25 April 2018

Bagaimana pemeriksa memeriksa dana desa pada tiap desa?




Oleh : Dr Jan Hoesada
Apabila jumlah desa sekitar 72.000 desa, dan apabila jumlah alokasi APBN kepada tiap desa  rata-rata sebesar RP. 1 Miliar sampai 2 Miliar Rupiah, maka strategi audit dana desa pada tiap desa sebaiknya sbb :
  1. Pemetaan desa yang telah berhasil menerapkan Sistem Keuangan Desa (SiskeuDes), yang sedang menerapkan (dengan Pendampingan) tetapi belum lancar dan desa yang belum menerapkan SiskeuDes.
  2. Pemetaan dapat dilakukan bersama IAI dan BPKP yang telah membantu pemerintah dalam menyebarluaskan penerapan siskeuDes.
  3. Strategi pembelajaran SiskeuDes dikawal oleh pemeriksa Dana Desa mengutamakan kelompok desa pada butir 1 dan 2.
  4. Kelompok pada butir 3 diramalkan makin membesar karena alokasi APBN untuk pendampingan desa, bantuan IAI dan BPKP dalam penyuluhan atau program pelatihan pendamping Dana Desa.
  5. BPK juga dapat berbagi tugas dengan Inspektorat Jenderal Kementerian Terkait Dana Desa, SPI tiap Pemda, dan BPKP dalam audit dana desa.
  6. Berdasar butir 1, 2 dan 3, Kerja Sama Auditor tersebut pada butir 5 membuat Strategi Sampling Audit untuk Desk Audit dan samling audit untuk field audit. Desk audit dilakukan berdasar data pelatihan, penyuluhan, dan pendampingan desa. Field audit dilakukan berjenjang oleh APIP Pemda atau Camat, BPKP dan BPK, metode sampling dan metode kerjasama audit ditentukan dimuka.
  7. Dibutuhkan hampiran audit berbasis Data Base Sharing System bagi semua aparat pemeriksa tersebut di atas, dan Data Base Informasi Keuangan Desa NKRI harus dibentuk lebih dahulu melalui Peraturan Pemerintah.
  8. Desk audit dapat dilakukan berbasis butir 6, sisanya adalah field audit sesuai butir 5 di atas.
  9. Berdasar pengetahuan Desk Audit, Field auditor yang terjun memeriksa tiap desa hendaknya terfokus pada :
    • Rencana Anggaran Biaya Desa setiap belanja modal desa, diajukan Pelaksana Kegiatan.
    • Surat Permintaan pembayaran (SPP) dan bukti pembayaran Bendahara.
    • Pernyataan Tanggungjawab Belanja oleh Pelaksana kegiatan.
    • Bukti Perjanjian Kontrak Konstruksi dengan Pemborong/Pengusaha.
    • Bukti Pelaksanaan Kontrak, auditor memeriksa tahap selesai bangunan fisik dll sesuai kontrak, bukti Serah Terima Proyek dari Kontraktor kepada Pemerintah Desa
Bagaimana dana desa diperiksa secara menyeluruh dalam tatanan hukum perbendaharaan NKRI ?
Barbagai aspek pemeriksaan  di bawah ini dilakukan berbagai Direktorat dan Inspektorat Jenderal berbagai kementerian, BPKP, BPK, APIP Pemda dan Camat sesuai proporsi jabatan dan tugas masing masing. Demikian pula, setiap pemerintah desa dapat melakukan mawas diri atau self control assessment berdasar Daftar Periksa di bawah ini. Daftar Periksa (Check list)  dapat digunakan sebagai dasar pembuatan master audit program oleh berbagai pemeriksa keuangan desa, dan musyawarah berbagi tugas antar lembaga pemeriksa dalam kaidah asuransi terkombinasi (combined assurance).
  1. Evaluasi konsistensi
    • RPJM (6 tahunan) sebagai dasar Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP) Desa dan dasar Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja (RAPB) Desa, identifikasi benang merahnya (sumber hukum Pasal 27 UU 6/2014 tentang Desa).
    • Laporan Program Pemerintah dan Pemerintah Daerah Masuk Desa (Sumber Pasal 38 ayat (4) Permendagri 11/2014.
  2. Evaluasilah konsistensi
    • RKP Desa dengan RAPB Desa,
    • RAPB Desa dengan APBDesa,
    • APB Desa dengan Laporan Realisasi APBDesa, Laporan Pertanggungjawaban Realisasi APBDesa dan Laporan SiLPA Desa.
    • Laporan Penyelenggaraan Pemerintah desa kepada Bupati (sumber hukum Pasal 27 UU 6/2014).
    • Laporan Hasil Evaluasi Camat terhadap RAPB Desa (sumber hukum Pasal 23 Permendagri 113/2014)
  3. Evaluasilah penerimaan dana desa terkait
    • Pendapatan Dana Desa
    • Pendapatan Hasil Alokasi Dana Desa (ADD).
    • Bagian Pendapatan Transfer dari Pemerintah Pusat
    • Bagian Pendapatan Transfer dari kementerian atau Lembaga PP
    • Bagian Pendapatan Transfer dari pemerintah Provinsi
    • Bagian PendapatanTransfer dari pemerintah Daerah Kabupaten
    • Bagian Pendapatan Transfer dari Pemerintah Desa Lain
    • Evaluasi aliran dana desa, pemindah bukuan RKUN kepada RKUD Pemda Kabupaten, pemindah bukuan RKUD Pemda Kabupaten kepada RKD Pemerintah Desa (sumber Pasal 15 Permenkeua 93/PMK.07/2015) tahap I paling lambat bulan Maret (sumber Pasal 18 Permenkeu 93/PMK.07/2015).
    • Evaluasilah, bahwa Alokasi Dana Desa (ADD) adalah dana perimbangan diterima Kabupaten dalam APBD Kabupaten setelah dikurangi DAK.
  4. Evaluasi besar peranan Dana Desa dalam menopang
    • Belanja penyelenggaraan pemerintahan desa
    • Belanja pembangunan desa (Diutamakan, sumber Pasal 23 Permenkeu 93/PMK.07/2015).
    • Belanja pembinaan kemasyarakatan desa
    • Belanja pemberdayaan Masyarakat desa (Diutamakan, sumber Pasal 23 Permenkeu 93/PMK.07/2015).
    • Imbalan berbentuk penghasilan tetap & tunjangan kepala desa & perangkat desa
    • Kegiatan operasional desa.Tunjangan dan biaya operasional BPD
    • Insentif rukun tetangga dan rukun warga (sumber hukum Pasa 100 Perpres 43/2014 dan 47/2015 tentang APB Desa)
  5. Evaluasilah pengeluaran dana desa atau belanja dana desa
    • Evaluasi prioritas belanja desa, apakah pada pembangunan desa (sumber hukum Pasal 74 UU 6/2014) cq (1) peningkatan kapasitas layanan dasar, (2) kebutuhan primer desa, (3) pembangunan lingkungan desa dan (4) pemberdayaan masyarakat desa.
    • Evaluasi peruntukan Dana Desa atau tujuan alokasi APBN Dana Desa pada administrasi keuangan desa, administrasi keuangan dana desa (sumber Pasal 4 UU 6/2014, Pasal 26 PP 60/2014)
    • Evaluasi konsistensi dengan Laporan Realisasi APBDesa dan Laporan SiLPA Desa.
    • Bagian SiLPA Desa yang berasal dari sisa Realisasi Penggunaan Dana Desa, dan bagian SiLPA yang bukan berasal dari dana desa.
    • Belanja modal dibanding Laporan Realisasi Penggunaan Dana Desa (sumber hukum Pasal 25 PP 60/2014), Laporan Pembangunan Desa (sumber hukum Pasal 87 Permendagri 114/2014) dan Laporan Kekayaan Milik Desa (sumber hukum Permendagri 113/ 2014 Lampiran II)
  6. Evaluasi konsistensi pelaporan Laporan Realisasi Penggunaan Dana Desa Semesteran (sumber hukum Pasal 25 PP 60/2014) dengan Laporan Realisasi APBDesa dan Laporan Pertanggungjawaban Realisasi APBDesa.
  7. Evaluasi Laporan Realisasi Penyaluran dan Konsolidasi Penggunaan Dana Desa Tahunan dari Bupati/walikota kepada menteri teknis, pimpinan lembaga nonkementerian terkait dana desa, dan gubernur (sumber hukum Pasal 24 PP 60/2014).
  8. Evaluasi laporan bupati/walikota berjudul Laporan Penundaan Alokasi Dana Desa kepada Desa yang Terlambat Membuat Laporan Realisasi Penggunaan Dana Desa Semesteran (sumber hukum Pasal 25 PP 60/2014).
  9. Evaluasi tambahan aset desa berasal dari Dana Desa
    • Tanah desa bersertifikat
    • Bangunan milik desa seperti pasar, sekolah, tempat ibadah, lumbung desa berbukti kepemilikan, dermaga atau tambatan perahu
    • Inventaris kantor, inventaris poliklinik, inventaris pasar desa, inventaris pelelangan desa
    • Kendaraan, mobil, motor, kapal dan perahu
    • Prasarana desa untuk kegiatan perekonomian desa, seperti waduk, saluran air sawah dan budi daya ikan, jalan desa
    • Aset lain, seperti sarana pembangkit listrik, sumur pompa listrik, penggilingan padi
    • BUM Desa
    • Bagian aset kerja sama dengan desa lain,seperti pasar antar-desa, lokasi pariwisata bersama, BUM Antar Desa
  10. Evaluasi 3 E penggunaan dana desa
    • Meningkatkan pendapatan asli desa
    • Meningkatkan kualitas hidup desa
    • Dll
  11. Evaluasi administrasi keuangan desa
    • Peraturan Desa
      • Perdes tentang APB Desa
      • Format Laporan Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan APBDesa Tahun Anggaran tertentu
      • Format Laporan kekayaan Milik desa
      • Format Laporan program pemerintah dan pemda Masuk Desa
      • Format Rancangan RAPBDesa
      • Format Buku pembantu Kas Kegiatan
      • Format Rencana Anggaran Biaya
      • Format SPP
      • Format Pernyataan Tanggung Jawab Belanja
      • Format Laporan Realisasi Pelaksanaan APBDesa
      • Format Laporan Pembangunan desa
      • Format Laporan Realisasi Penggunaan Dana Desa (LRA Desa)
      • Format LRA
    • Pedoman Desa
      • Pedoman Pembukuan Desa (sumber Pasal 35 permendagri 113/2014)
      • Format Buku Bank
      • Format Buku Kas Umum
      • Format Buku pembantu Kas
      • Format Buku Kas pembantu Pajak
      • Format SPP
      • Format SPM
      • Format perkiraan atau Kalkulasi Dimuka Biaya Proyek Pembangunan Tertentu
      • Contoh Bukti Pungut Desa, Bukti Potong, Bukti Setor ke Kas Negara sebagai Wapu Pajak
      • Format dan bukti transaksi hibah, sumbangan, donasi diterima / diserahkan desa
      • Format kerjasama desa dengan pihak luar desa
    • Standar Desa
    • Pedoman Administrasi keuangan Desa Pedoman Dukungan Pendanaan pemerintah (Sumber Pasal 113 ayat a dabn b, UU 6/2014)
  12. Desk audit dapat meminta berbagai informasi tersebut di atas melalui surat maya, lalu auditor BPK melakukan field audit untuk
    • Pengecekan realisasi sebenarnya pembangunan proyek desa
    • Inventarisasi fisik kas, SiLPA, dan kondisi/kualitas dokumentasi keuangan
    • Audit khusus yang dihasilkan oleh desk audit
    • Audit investigasi
KESIMPULAN DAN PENUTUP
Hasil pembinaan sistem keuangan dan hasil audit dana desa menjadi dasar alokasi APBN kepada desa untuk tahun tahun selanjutnya.
Desa yang tidak akuntabel menerima pelatihan sistem keuangan desa yang lebih intensif, mungkin tidak mendapat alokasi dana desa untuk sementara.
BPK melakukan pengumuman hasil pemeriksaan dana desa triwulanan dan tahunan, mungkin membuat kejuaraan Pertanggung Jawaban Dana Desa.
Diramalkan kegiatan pemeriksaan dana desa yang terbanyak adalah audit kepatuhan, karena itu sebaiknya berbasis (1) sampling auditee, (2) audit program baku, (3) desk audit.n Tertengarai bahwa sistem keuangan desa yang paling populer adalah Siskeudes yang di susun oleh BPKP, namun compliance audit sesuai Siskeudes diramalkan terlampau berat bagi sebagian besar desa. Disarankan audit kepatuhan  terfokus  pada kepatuhan ber APBN, APBD dan tata anggaran desa, kepatuhan bukti penerimaan dana desa oleh pemerintah desa, dan kepatuhan pengeluaran dana desa oleh pemerintah desa cq persyaratan SPM Desa. Audit kepatuhan adalah dasar audit investigasi dan audit manajemen desa.
Sebaiknya dibuat konsensus nasional antara pemerintah dan BPK tentang sampling auditee , misalnya paling lambat tiap 1000 hari setiap desa mendapat layanan (service) audit kepatuhan dari BPK. Konsensus nasional sampling audit lima tahun pertama, misalnya prioritas audit  kepatuhan BPK bagi desa yang telah memperoleh penyuluhan dan memiliki fasilitas pendampingan, agar memberi dampak menyemangati (encourage) seluruh pemerintahan desa.
Untuk lima tahun pertama, hanya desa yang lulus ujian sertifikasi administrasi keuangan desa, yang akan memperoleh layanan audit kepatuhan. Setelah masa lima tahun tersebut, BPK melakukan random sampling  untuk audit kepatuhan terhadap 70.000 desa . Temuan audit kepatuhan bernuansa KKN Desa diserahkan kepada Special Task Force – Audit Investigasi BPK.
Program audit kepatuhan harus sederhana. Untuk audit kepatuhan, sebaiknya auditee  mendapat pemberitahuan untuk mempersiapkan data yang akan diperiksa. Auditee terpilih karena desk audit tidak konklusif , sehingga perlu visitasi field auditor. Audit dana desa di kantor pemerintah desa sebaiknya diupayakan selesai dalam tempo paling lama 2 jam. Sebuah Tim Audit Kepatuhan  BPK dapat meliput 3 sampai 5 desa berdekatan perhari kerja. Audit sebaiknya dilakukan di Balai Desa, semacam sidang pengadilan terbuka, boleh dihadiri berbagai kepala desa tetangga, Camat dan rakyat desa, untuk belajar.
Audit investigasi dana desa berdasar desk auditfield audit kapatuhan, dan informasi  (pengaduan) masuk BPK  cq whistle blow kemungkinan KKN Dana Desa. Hanya informasi valid yang ditindak lanjuti BPK. Auditor investigasi adalah special task force , tidak melakukan audit kepatuhan dan audit manajemen dipimpin auditama spesialis investigasi. Terdapat kemungkinan audit investigasi bukan pada desa, namun investigasi kabupaten atau propinsi yang membawahi desa tersebut.
Disarankan agar  strategi audit kepatuhan tersusun dengan baik , karena akan membuat GCG keuangan desa NKRI. Apabila mungkin, BPK menyerahkan kasus investigasi kepada KPK. Audit 3 E dilakukan oleh Tim Khusus BPK yang akhli harga satuan bahan bangunan, teknik menaksir biaya prasarana dan pengujian kualitas prasarana desa. Camat Kabupaten bertanggungjawab sebagai Supervisor Proyek prasarana desa, terutama spesifikasi bangunan. Bupati sebagai atasan Camat bertanggung jawab atas kinerja Camat.
Teknologi audit keuangan tak mampu menemukan segala defisiensi dana desa. Teknologi pemeriksaan BKP tidak sepenuhnya dapat mengidentifikasi risiko kick back atau KKN,  risiko  manipulasi  anggaran desa oleh Kabupaten. Teknologi pemeriksaan BPK tidak sepenuhnya dapat mengidentifikasi  risiko suap atau kickback pemborong konstruksi prasarana kepada pejabat kabupaten dan pejabat desa. Kelengkapan dokumen SPM Desa dan uji kepatuhan tak dapat menutup lubang besar KKN tersebut.
KSAP sedang memfinalisasi Standar Akuntansi Pemerintah Desa, RPP Standar Akuntansi Pemerintah Desa sedang disiapkan Pemerintah NKRI. Pernyataan Standar sudah dipertimbangkan, dikoreksi dan direstui secara resmi oleh BPK, Kerangka Konseptual Standar Akuntansi Desa belum selesai dibahas. Pemerintah Pusat mengubah luas tugas KSAP, mencakupi Standar Akuntansi Desa. Standar Akuntansi Desa setara dengan SAP bagi Pemerintah Pusat Dan pemda NKRI. Dimasa depan nan dekat, basis pemeriksaan BPK adalah Standar Akuntansi Pemerintah Desa.
Inilah gambaran utopia, bahwa ujung tombak NKRI  modern adalah  72.000 desa produktif, terhubung tol laut dan tol darat. Infrastruktur kabupaten dan desa harus terhubung dengan tol, maka alokasi APBN bagi Desa terutama adalah untuk infratsruktur desa tersebut dan pemberdayaan masyarakat desa. Perekonomian domestik  Indonesia Baru adalah tentang PAD desa, lalu lintas barang dari desa ke pasar, dan sebaliknya. Swasembada pangan terutama beras, sayur dan buah, daging , ikan dan telur bertumpu pada desa. Kesejahteraan desa, PAD , PDB Desa akan menjadi tolok ukur sukses perekonomian NKRI baru. BPK melakukan pemeriksaan dana desa agar NKRI mencapai cita cita tersebut di atas.

Diolah dari Sumber : www.ksap.org / Judul Strategi Pemeriksaan Dana Desa


Dana Desa dan Penyusunan Kewenangan Desa


Tujuan pemerintahan Presiden Jokowi memberikan Dana Desa pada prinsipnya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan dan pemerataan pembangunan desa melalui peningkatan pelayanan publik di desa, memajukan perekonomian desa, mengatasi kesenjangan pembangunan antar desa serta memperkuat masyarakat desa sebagai subjek dari pembangunan.
Hal ini sesuai dengan substansi dari Undang-Undang Desa No 6/2014 untuk memberikan otonomi yang lebih besar kepada desa agar dapat menjadi mandiri. Namun selama 2 tahun ini dana desa masih berkutat pada masalah administrasi pencairan dan pelaporan, ke depan dana desa harus benar-benar bisa dirasakan dampaknya oleh masyarakat desa, utamanya dalam hal peningkatan kesejahteraan.
Saat ini masih banyak pihak yang awam terhadap anggaran desa. Perlu ada media yang tepat dan menarik agar masyarakat bisa melihat dan memahami apa yang telah dilakukan berbagai desa dalam penggunaan anggaran desa.
Selain masalah transparansi dan komunikasi anggaran desa, kita juga mencermati ada hal yang menarik yaitu peran Badan Usaha Milik Desa (BUMDESA) dalam menggerakkan ekonomi desa. Pengalaman empiris di lapangan juga menunjukkan ada pertumbuhan yang sangat pesat dari BUMDESA di berbagai daerah, yang saat ini sudah mencapai 22.000.
Ada banyak hal yang perlu dilakukan tentu saja, agar BUMDESA yang telah berdiri tersebut bisa aktif berpartisipasi dalam pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat, bukan hanya sekadar papan nama.
Saat ini perlu segera diwujudkan kebijakan pengalokasian Dana Desa yang lebih merata dengan tetap memperhatikan unsur keadilan seperti dicerminkan pada berbagai variabel yang telah diatur dalam UU Desa (jumlah penduduk, jumlah penduduk miskin, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis).
Dalam pelaksanaan dana desa selama dua tahun pertama, masih banyak kendala dan permasalahan terkait penerapan prinsip keadilan dan pemerataan yang dihadapi masyarakat desa. Semua masalah tersebut sangat erat kaitannya dengan soal penyusunan kewenangan desa.
 Road map penyusunan kewenangan desa sama halnya dengan road map implementasi dana desa merupakan hal fundamental dalam menegakkan desa sebagai entitas pemerintahan yang mandiri sebagaimana diamanatkan dalam UU DesaKewenangan desa merupakan wujud kepentingan kolektif di desa.
OLEH SEBAB ITU, PERAN MASYARAKAT DESA DALAM PENYUSUNAN DAN PENETAPAN KEWENANGAN DESA HARUS DIBERI TEMPAT. TIDAK BENAR JIKA URUSAN PENYUSUNAN DAN PENETAPAN KEWENANGAN DESA HANYA MENJADI URUSAN PEMERINTAH DESA.
Untuk itu, harus ada langkah ‘fasilitasi partisipasi masyarakat desa’ dalam penyusunan dan penetapan kewenangan desa. Harus ada upaya mendorong dan memfasilitasi masyarakat desa dalam penyusunan dan penetapan kewenangan desa.
Berdasarkan definisi tentang akuntabilitas sosial, dalam konteks implementasi UU Desa, tampak bahwa akuntabilitas sosial selama ini hanya terkait dengan urusan akuntabilitas pemerintahan saja. Namun dalam urusan akuntabilitas sosial sebenarnya kata kunci yang tepat adalah penguatan partisipasi masyarakat desa dalam mendorong adanya akuntabilitas.
Inilah akuntabilitas sosial yang merupakan bagian dari kerja pemberdayaan masyarakat desa. Sosial akuntabilitas sangat penting dalam proses penyusunan kewenangan desa dan harus dikembalikan kepada hakikatnya yaitu membangun akuntabilitas yang mengutamakan partisipasi masyarakat.
Di sisi lain, perlu upaya untuk mengonsolidasikan perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pertanggungjawaban pembangunan desa ke dalam satu proses. Harus dikembangkan mekanisme prosedur pengintegrasian program kementerian dan daerah berskala desa ke dalam dokumen perencanaan dan pelaksanaannya di desa dalam satu kesatuan tata kelola.
Melalui mekanisme semacam itu akan terjadi penguatan prinsip swakelola dalam pelaksanaan pembangunan melalui pendayagunaan lembaga kemasyarakatan dan organisasi sosial di desa. Mekanisme itu juga akan memperkuat pengawasan oleh masyarakat terhadap pelaksanaan dan pelaporan pembangunan.
Selanjutnya, dalam menyusun rancangan aksi terkait pembangunan desa juga harus mencakup penguatan perencanaan partisipatif yang bertumpu pada pendayagunaan aset dan sumberdaya lokal. Dalam konstruksi pelaksanaan pembangunan desa, perencanaan partisipatif menjadi kunci utama untuk mendorong perumuskan kepentingan kolektif di desa yang berorientasi pada pendayagunaan sumberdaya lokal desa.
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PERENCANAAN, PELAKSANAAN DAN PEMBANGUNAN DESA HARUS TERUS DIDORONG DAN DITINGKATKAN AGAR KEWENANGAN DESA TERBENTUK SECARA PARTISIPATIF.
Dalam pengelolaan keuangan desa persektifnya tidak boleh hanya berangkat dari aspek local self government melainkan juga dari self governing community. Dalam konstruksi self governing community yang diutamakan adalah anggaran partisipatif yang mengutamakan partisipasi masyarakat desa dalam penyusunan dan penetapan anggaran desa.
Untuk itu perlu dilakukan langkah-langkah untuk mendorong penguatan pengembangan kapasitas masyarakat desa. Antara lain bisa dilakukan dengan menerbitkan kebijakan tentang pengembangan kapasitas masyarakat desa.  Mengembangkan model pengembangan kapasitas masyarakat desa yang dikelola sendiri oleh masyarakat desa dan mengembangkan model pengembangan kapasitas masyarakat desa yang terpadu multi stake holder.
Pihak kabupaten tentu harus meningkatkan anggaran untuk menjalankan fungsi fasilitasi dan pemberdayaan desa, menambah kapasitas, dan mengembangkan sistem insentif untuk kecamatan dan SKPD sektor terkait. Selain itu juga harus mengembangkan instrumen penilaian kapasitas kelembagaan desa (village capacity index) yang dapat digunakan oleh desa dan oleh pemerintah kabupaten dalam mempertimbangkan dukungan yang diberikan.
Keberhasilan implementasi dana desa yang tepat pasti akan menggerakkan perekonomian desa yang jika itu serentak terjadi di 74.000 desa lebih akan memiliki kontribusi sangat besar pada pertumbuhan ekonomi nasional.
Inilah yang diharapkan Presiden Jokowi agar bisa segera terwujud.
Sumber : presidenri.go.id

Dari Desa Untuk Indonesia


Saat melakukan panen raya padi di areal seluas 300 hektar di Wapeko, Distrik Kurik, Kabupaten Merauke, Minggu (10/5/2015), Presiden Jokowi yang didampingi Ibu Iriana Widodo dihadapan ratusan petani mengatakan Merauke ke depan akan menjadi sumber pangan nasional bahkan mungkin juga dapat menjadi pemasok untuk negara lainnya.
Kunjungan Jokowi ke tanah Papua untuk kedua kalinya menegaskan janjinya untuk sering berkunjung ke Bumi Cenderawasih, sekaligus menjadi komitmen pemerintah membangun Indonesia dari pinggiran atau dari desa.
Apa yang dilakukan presiden tersebut sejalan dengan arah kebijakan dan strategi pembangunan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019, khususnya pedesaan. Disitu ditegaskan bahwa strategi pembangunan ditujukan pada desa dan kawasan perdesaan, termasuk di kawasan perbatasan, daerah tertinggal, kawasan transmigrasi, serta kepulauan dan pulau kecil.
Sasaran tersebut dicapai lewat penanggulangan kemiskinan di desa, melalui strategi: (a) meningkatkan ketahanan ekonomi masyarakat desa melalui fasilitasi, pembinaan, maupun pendampingan dalam pengembangan usaha, bantuan permodalan/kredit, dan kesempatan berusaha; (b) menyiapkan kebijakan jaring pengaman sosial melalui jaminan sosial bagi masyarakat desa.
Panen raya yang dilakukan di Merauke merupakan salah satu cara meningkatkan ketahanan ekonomi desa. Desa diharapkan bisa memenuhi kebutuhan sendiri. Bahkan dalam jangka panjang, beras dari Papua bukan saja bisa memenuhi kebutuhan beras di sana, tapi menjadi lumbung beras baru bagi wilayah lain di luar Papua.
Tentu, untuk meraih target tersebut dibutuhkan pembinaan. Sebab hasil produksi hasil pertanian sangat tergantung serangkaian, mulai dari pemilihan bibit, pengolahan tanah, pemeliharaan, penanganan masa panen, dan pengolahan pascapanen. Pendampingan yang berkesinambungan dari para praktisi pada petani secara bertahap akan membawa petani pada keberhasilan. Khususnya dalam pertanian, produktivitas yang tinggi umumnya melibatkan cara-cara baru.
Sementara masyarakat desa masih menggunakan teknologi lama yang kurang mendukung produktivitas. Kuncinya ada ketelatenan pendamping dan keterbukaan petani untuk mau menerima hal baru. Seringkali modal menjadi faktor yang menentukan dalam mengembangkan usaha di pedesaan. Banyak warga umumnya menggeluti bidang sesuai dengan potensi yang ada di desa tersebut. Di salah satu desa di Indramayu yang berbatasan dengan pantai utara Laut Jawa, beberapa warga memproduksi kerupuk ikan. Lewat sedikit modal yang mereka kumpulkan secara mandiri.
Secara ekonomi mereka bisa menghidupi keluarganya, namun tak bisa meningkatkan produksi karena terbatasnya alat produksi. Bahkan mesin-mesin tersebut kadang rusak karena memang sudah lama. Dengan bantuan modal Rp 10 juta-Rp 15 juta dari pemerintah mereka tentu akan dapat berlari lebih kencang. Sementara warga yang menjual ikan eceran rupanya butuh wadah penyimpanan ikan sementara, agar kondisi ikan tetap segar. Ternyata harganya juga tak mahal.
Contoh di atas menunjukkan, bantuan modal pemerintah sangat dibutuhkan untuk mengatasi masalah peningkatan produksi. Memberi kesempatan berusaha seringkali menjadi faktor kunci memberdayakan masyarakat desa. Misalnya menyediakan tempat berjualan di pasar dengan sistem subsidi, mengajak mereka dalam berbagai pameran menjadi ajang promosi agar produk makin dikenal. Terakhir adalah memberi jaring pengaman sosial, karena hasil pertanian yang menopang kehidupan mereka mengalami pasang surut sejalan dengan naik-turunnya kondisi ekonomi.
Dengan dukungan yang tepat sasaran, kita akan melihat lima tahun ke depan masyarakat desa akan mencapai tingkat kesejahteraan yang tinggi. Dan banyak orang desa bangga dengan desanya, tidak harus berurbanisasi ke kota untuk meraih cita-citanya.
sumber : www.presidenri.go.id/

INFORMASI

Musrenbang RKPD 2020: Ini Daftar 9 Prioritas Pembangunan Jawa Barat

BANDUNG, BAPPEDA JABAR –  Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat menyelenggarakan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Rancangan ...